27/05/18

5s: selamat sahur saudara-saudari sekalian

Kakak
kita terlahir berbeda
tapi dari rahim yang sama
perkakas yang sama;
ibu bernama Zulfina
dan bapak bernama Sunkowo
–yang berkisah padaku suatu ketika
bahwa artinya adalah duka,
belasungkawa–

Eh, kembali ke kakak

Kakak
banyak orang bilang muka kita mirip
tapi kurasa itu cuma dusta
jelas kau lebih jelita
sedang aku?
hanya sisa-sisa buah cinta
yang memudar
atau mungkin tak pernah ada

Kakak
6 tahun silam
saat kita berpisah
aku bahagia
karena aku benci kita
yang seringnya tak akur di rumah
–berantam terus sampai mampus–

tapi itu salah
karena seiring berjalannya masa
aku pun berduka cita
bukannya bersuka ria
–meski kutahu lebih baik jauh
kalau tidak mungkin aku takkan menyadari itu–

Kakak
aku senang mendengar kau bercerita
tentang hidupmu dan tentang mereka
yang kau puja
dan kau hina

tapi tak jarang
aku bosan pula
karena kau tak henti-hentinya bicara
sampai aku hanya bisa mengangguk-angguk saja
–yah, mau bagaimana
namanya juga manusia–

Kakak
walau dulu aku sering mengutukmu
aku rindu kau yang dulu
bahkan bisa dibilang mengagumi sosokmu kala itu

dulu kulihat kau
rajin membuat cerita
entah itu ditulis atau diketik
kau selalu sibuk menuangkan kata-kata

tapi sekarang
kau terlalu sibuk perihal cinta
eh, dulu pun sebenarnya kau sama saja
hanya cinta, cinta, dan cinta
tapi setidaknya
dulu kau mentransformasikannya ke dalam banyak kisah
sekarang?
kau justru lebih suka curhat di sosial media
–siapa yang tidak, ya–

Kakak
kau sering galau karena cinta
tapi kau tak bosan-bosannya mencinta
karena kau bilang kau sepi jika sendiri

tapi, apa kau tidak tersiksa
jika terus bersama
orang-orang yang sekiranya 'salah'?
–tapi tentu kau yang lebih tahu
tentang cinta di hidupmu–

Kakak
kembali tentang cerita yang dulu sering kau buat
apa kau masih ingat
saat aku mengintip salah satu cerita di bukumu
–yang ternyata adalah catatan harian–
aku kepergok, ketahuan
dan bagai orang dirasuki setan
kau menyumpahserapahiku tanpa penyesalan

dan sebagai pembalasan
aku pun turut menyumpahimu
karena yang kubaca saat itu
adalah tentang betapa kau membenci adikmu;
aku

dan aku pun makin benci

HAHAHA

tapi tidak
sejujurnya aku sedih
meski di depanmu aku marah
di luar nyatanya aku menitikkan air mata

:'(

***

Ceritanya, puisi coretan yang kubuat beberapa bulan yang lalu ini mau kudedikasikan buat kakakku di hari ulangtahunnya yang keseperempat abad. Namun, melihat ‘ujung-ujung’nya yang membuatku sedih—karena teringat masa lalu yang dipenuhi kebencian—malas pula kulanjutkan, dan karenanya, belum kuberikan sama kakakku sampai sekarang.
Terlalu sampah untuk dijadikan hadiah dan terlalu sayang untuk dibuang, maka, kubiarkan saja coretan ini di sini untuk kakakku baca sendiri.

2 komentar: