Kakak
kita terlahir berbeda
tapi dari rahim yang
sama
perkakas yang sama;
ibu bernama Zulfina
dan bapak bernama
Sunkowo
–yang berkisah padaku
suatu ketika
bahwa artinya adalah
duka,
belasungkawa–
Eh, kembali ke kakak
Kakak
banyak orang bilang muka
kita mirip
tapi kurasa itu cuma
dusta
jelas kau lebih jelita
sedang aku?
hanya sisa-sisa buah
cinta
yang memudar
6 tahun silam
saat kita berpisah
aku bahagia
karena aku benci kita
yang seringnya tak akur
di rumah
–berantam terus sampai
mampus–
tapi itu salah
karena seiring
berjalannya masa
aku pun berduka cita
bukannya bersuka ria
–meski kutahu lebih
baik jauh
kalau tidak mungkin aku
takkan menyadari itu–
Kakak
aku senang mendengar kau
bercerita
tentang hidupmu dan
tentang mereka
yang kau puja
dan kau hina
tapi tak jarang
aku bosan pula
karena kau tak
henti-hentinya bicara
sampai aku hanya bisa
mengangguk-angguk saja
–yah, mau bagaimana
namanya juga manusia–
Kakak
walau dulu aku sering
mengutukmu
aku rindu kau yang dulu
bahkan bisa dibilang
mengagumi sosokmu kala itu
dulu kulihat kau
rajin membuat cerita
entah itu ditulis atau
diketik
kau selalu sibuk
menuangkan kata-kata
tapi sekarang
kau terlalu sibuk
perihal cinta
eh, dulu pun sebenarnya kau
sama saja
hanya cinta, cinta, dan
cinta
tapi setidaknya
dulu kau
mentransformasikannya ke dalam banyak kisah
sekarang?
kau justru lebih suka
curhat di sosial media
–siapa yang tidak, ya–
Kakak
kau sering galau karena
cinta
tapi kau tak
bosan-bosannya mencinta
karena kau bilang kau
sepi jika sendiri
tapi, apa kau tidak
tersiksa
jika terus bersama
orang-orang yang
sekiranya 'salah'?
–tapi tentu kau yang
lebih tahu
tentang cinta di hidupmu–
Kakak
kembali tentang cerita
yang dulu sering kau buat
apa kau masih ingat
saat aku mengintip salah
satu cerita di bukumu
–yang ternyata adalah catatan
harian–
aku kepergok, ketahuan
dan bagai orang dirasuki
setan
kau menyumpahserapahiku
tanpa penyesalan
dan sebagai pembalasan
aku pun turut menyumpahimu
karena yang kubaca saat
itu
adalah tentang betapa
kau membenci adikmu;
aku
dan aku pun makin benci
HAHAHA
tapi tidak
sejujurnya aku sedih
meski di depanmu aku
marah
di luar nyatanya aku
menitikkan air mata
:'(
***
Ceritanya, puisi
coretan yang kubuat beberapa bulan yang lalu ini mau kudedikasikan
buat kakakku di hari ulangtahunnya yang keseperempat abad. Namun, melihat ‘ujung-ujung’nya yang membuatku sedih—karena
teringat masa lalu yang dipenuhi kebencian—malas pula kulanjutkan, dan karenanya, belum
kuberikan sama kakakku sampai sekarang.
Terlalu sampah untuk
dijadikan hadiah dan terlalu sayang untuk dibuang, maka, kubiarkan saja coretan
ini di sini untuk kakakku baca sendiri.
Beautiful!
BalasHapusThanks Mei
Hapus