22/05/18

Harus (menjelma) aku!

“Mencintaimu harus menjelma aku."


Apa yang terlintas di benakmu saat mendengar baris itu?
Apa yang kautafsir detik itu juga?
Karena aku, saat kali pertama mendengarnya--bukan membacanya--telah menemukan tafsiranku sendiri

Saat itu, di selatan provinsi D.I. Yogyakarta, tahun pertamaku kuliah
Kami di atas melihat ke bawah sana, Pantai Parangtritis, di suatu pagi yang cerah
Cantik sekali

Aku membaringkan tubuhku di tepi landasan menatap langit
Dua seniorku asyik berbincang tentang hal-hal yang kurasa seru
Hanya sedikit yang bisa kuingat
Karena aku lebih banyak melamun daripada mendengar
Lagian, dalam percakapan tersebut, aku tidak dilibatkan

Lalu
Salah satu dari mereka memutar lagu dari iPod classic-nya
Kuingat betul, karena lagu-lagunya enak semua
Ada 'Tidurlah' dan 'Resah' dari Payung Teduh
Saat itu aku belum tahu judulnya apa
Ingin kutanyakan tapi aku lebih memilih untuk mencatat beberapa baris lirik dari kedua lagu itu

Lalu
Diputarlah lagu ketiga
Lagu yang membuatku serasa terbang saat itu juga
Beat-nya agak cepat

Mendengar nadanya membuat bulu kudukku naik
Dengan suara penyanyinya yang begitu indah
Tak lupa kucatat pula liriknya
Cukup banyak, tidak hanya satu-dua baris
Karena mereka terlalu istimewa untuk dilewatkan

Sesudahnya
Aku tak sabar untuk mengetahui apa judul lagu-lagu itu dan siapa saja yang menyanyikannya
Aku tak sabar untuk menyimpannya dalam hp-ku sendiri
Aku tak sabar untuk mendengarkan mereka berkali-kali
Khususnya lagu dengan sebaris lirik yang kukutip di atas

"Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintaimu harus menjelma aku"
- Sapardi Djoko Damono -

Jadi, apa pula tafsiranku?

Cukup aku saja yang tahu
Walau kau (dia) mungkin juga sudah tahu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar