22/12/18

Madre mia

Ibu, atau dlm bahasa keseharian yg sejak kecil sampai sekarang kupanggil Mamak, adalah seseorang yg rumit.

Ia bisa jadi orang yg sangat kusayang, bisa pula yg kubenci. Di lain waktu, pun pd saat yg bersamaan.

Banyak perbedaan yg aku dan Mamak miliki, sama banyaknya dgn segala persamaan yg ada di antara kami.

Seperti dlm hal peliharaan.

Waktuku bocah, aku punya banyak binatang. Jenisnya pun beragam. Dari kucing bernama Teti yg mati makan racun tikus, ayam teletubbies yg sering kubeli (namun yg plg berkesan di hati adalah si Tonjang), kura-kura yg hingga saat ini masih hidup, kelinci yg tak pernah panjang umur, burung yg sangat kukasihi bernama Buyung, hamster yg terus2an beranak pinak, hingga Kukang yg aku baru tahu beberapa tahun kemudian kalau itu hewan dilindungi. Mereka semua kurawat bersama kakakku. Meski aku lebih sering menggemas ketimbang merawat.

Dgn kenyataan bahwa binatang di rumah kami ramai, jarang kulihat Mamakku menunjukkan perhatiannya thd mereka. Bahkan bisa kublg ia membenci. Apalagi kalau berurusan dgn kucing.

Setelah Teti wafat, aku dan kakakku tak pernah serius merawat kucing, krn kami hanya boleh memberi makan di teras rumah. Mamak melarang kucing masuk, dan ia akan berteriak pd mereka kalau berani2nya menyusup. Kadang pun ia tak sungkan menendang layaknya antagonis dlm sinetron favoritnya.

***

Setahun lebih berlalu, sejak hal yg tak kusangka perlahan2 terjadi. Rumah yg kutinggal pergi (krn merantau) mulai bercorak kembali. Kakak dan Bapakku “memungut” kucing liar (sedikit demi sedikit) utk diberi makan dan dirawat dlm rumah. Pertama kali mendengar, aku heran. Mamakku tak suka kucing di rumah. Tapi asumsiku mungkin krn Bapakku ikut merawat, maka apa boleh buat dia pun kalah sekutu.

Saat pulang ke rumah Juni lalu, aku menjadi saksi “peristiwa” itu. Dari 8 kucing yg seatap, ternyata Mamak sudah “memilih” kucingnya. Namanya Ayang. Ia adalah kucing betina perkasa yg sedang bobo cantik dibalik selimut bersama Mamakku itu. Mamakku sayang padanya, begitu juga ia, melendot saat “Mamak”nya memanggil.

Itu lah Mamak, yg tak bisa kutebak. Kami berbeda, namun pd dasarnya sama.

Selamat hari Ibu, Mak. Sayang Mamak selalu.


Ditulis pada dua puluh dua desember dua ribu enam belas.

2 komentar:

  1. Menarik, cerita tentang binatang kesayangan yang awalnya dibenci.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe, ya begitulah. waktu bisa mengubah segalanya

      Hapus